RENUNGAN HARIAN
Di lihat : 725 kali
Di Alkitab, hanya dua orang yang tercatat pernah tertawa, yakni Abraham dan Sara, istrinya. Yang menarik, tawa pertama mereka terkesan meremehkan (atau menghina?) Allah yang berjanji memberi mereka anak. Abraham tertawa ketika Allah mengulangi janji itu (17:15-17), padahal saat pertama kali mendengarnya, ia percaya (15:4-6). Mengapa Abraham kemudian menjadi ragu? Bisa jadi, karena ia dan istrinya semakin tua. Juga, mungkin karena ada jarak waktu yang lama antara pengucapan kedua janji itu.
Setelah itu, ketika Allah kembali berjanji, giliran Sara yang tertawa tanda tak percaya (ay. 12). Alasannya sama: ia dan suaminya sudah tua, apalagi ia sendiri mandul (11:30 dan 16:1). Tetapi, tidak seperti saat Abraham tertawa, kali ini Allah tampaknya “tersinggung” sehingga Dia perlu menegaskan bahwa tiada yang mustahil bagi-Nya, termasuk dalam hal memberikan anak (ay. 14). Sara menyangkal, namun siapa yang bisa bersembunyi dari Dia (ay. 15)? Akhirnya, ketika Ishak lahir, ia tertawa lagi, sekarang tawa bahagia (21:6). Hilanglah beban rasa minder karena kemandulan yang selama ini menghantuinya!
Ternyata beriman kepada Allah itu tidak selalu mulus. Abraham, “bapa orang beriman”, pun mengalami pasang surut. “Cedera” imannya, ketika ia menuruti saran Sara untuk mengawini Hagar, menimbulkan masalah berlarut dalam keluarganya. Jadi, bagaimana kita menyikapi janji-Nya? Tiada jalan lain kecuali menunggu waktu penggenapan terbaik dari Allah.—HIS
TUHAN PASTI MENGGENAPI JANJI-NYA,
KIRANYA KITA BELAJAR MENANTIKAN WAKTU-NYA
sumber : www.renunganharian.net
17 Aug 2025
PRINSIP DASAR KITA ADALAH PADA KEYAKINAN BAHWA KESELAMATAN DAN HIDUP BERKEMENANGAN HANYA DAPAT DIPEROLEH MELALUI IM...
14 Jun 2017
Kebangkitan Kristus merupakan kebenaran yang sangat penting bahkan menjadi kebenaran yang terpenting dalam iman kri...
13 Jun 2017
Sebelum Yesus naik ke Sorga, Dia berjanji akan mengirimkan Roh Kudus ke atas murid-murid-Nya. Murid-murid akan mene...